Disusun oleh Teguh Yuono
Untuk mendapatkan harga jual yang tinggi, biji
kakao yang telah dipanen harus segera diolah. Pengolahan pasca panen biji kakao
yang benar dilakukan dengan tahapan-tahapan yang mampu menjaga mutu biji agar
tetap optimal. Tahapan-tahapan pengolahan pasca panen kakao tersebut antara
lain fermentasi, pencucian, pengeringan, sortasi, pengemasan, dan penyimpanan.
Fermentasi biji kakao
Tahapan pertama yang dilakukan pada pengolahan
pasca panen kakao adalah fermentasi biji. Fermentasi dilakukan untuk meluruhkan
lendir (pulp) yang terdapat pada kulit biji sehingga setelah disangrai, biji
kakao menjadi lebih beraroma dan bercitarasa kuat. Fermentasi juga dapat
meningkatkan mutu teknis biji kakao sehingga kadar air, kadar jamur, dan kadar
kulit biji semakin rendah.
Fermentasi dilakukan dengan meletakan
biji-biji kakao segar ke dalam kotak kayu yang sudah dilubangi bagian bawahnya.
Lubang didasar kotak dibuat dengan diameter 1 cm pada setiap jarak 10 cm.
Lubang ini berfungsi sebagai jalan keluar masuknya oksigen, karbondioksida, dan
air yang dihasilkan dari proses fermentasi.
Tumpukan biji di dalam kotak ditutup
menggunakan karung goni atau penutup lainnya. Selama proses fermentasi,
tumpukan biji kakao di aduk setiap satu hari sekali agar panas yang dihasilkan
dari proses fermentasi dapat merata. Lama fermentasi biji kakao adalah antara
6-7 hari.
Pencucian biji kakao
Setelah difermentasi, biji-biji kakao lalu
dicuci menggunakan air bersih. Pencucian dilakukan agar bentuk biji lebih
bagus, warna kulit biji lebih mengkilap, kadar kulit biji lebih rendah, dan
biji lebih tahan serangan jamur dan serangga selama penyimpanan.
Pencucian biji dapat dilakukan dengan tenaga
manusia atau dengan mesin cuci kakao. Jika dengan tenaga manusia, pencucian
dilakukan dengan menggosok-gosok atau mengaduk-aduk biji dalam ayakan bambu.
Sedangkan jika dengan bantuan mesin cuci biji kakao, pencucian dilakukan secara
otomatis dengan meletakan biji hasil fermentasi ke dalam mesin. Kapasitas mesin
ini rata-rata 2 ton biji segar per jamnya sehingga hanya cocok untuk pengolahan
biji kakao skala besar.
Pengeringan biji kakao
Pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar
air biji yang awalnya 60% menjadi sekitar 6-7%. Kadar air yang demikian membuat
kualitas biji tidak akan menurun selama proses penyimpanan maupun pengangkutan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menjemur biji di bawah terik matahari,
menggunakan alat pengering (drying) atau menggunakan kombinasi keduanya.
Pengeringan dengan menjemur biji dibawah terik
matahari merupakan metode yang paling baik dan murah. Penjemuran ini dapat
dilakukan di atas permukaan terpal, lantai penjemuran, atau di atas rak bambu.
Dari setiap luasan 1 m2 tempat penjemuran, sebaiknya jumlah biji yang dijemur
tidak lebih dari 15 kg agar pengeringan dapat berjalan lebih cepat.
Selama proses penjemuran, hamparan secara
rutin dibalik setiap 2 jam sekali agar keringnya biji merata dengan sempurna.
Saat pembalikan, bila ditemukan serpihan kulit buah, biji cacat, plasenta, atau
material asing seperti kerikil yang mungkin ditemukan pada hamparan biji harus
dibuang.
Saat musim hujan atau pada daerah yang
penyinaran mataharinya tidak optimal, pengeringan biji sebaiknya dilakukan
dengan bantuan alat pengering (artifical drying). Alat pengering yang
dapat digunakan misalnya flat bed dryer. Dengan alat ini pengeringan dapat
dilakukan lebih cepat. Dengan kombinasi penjemuran sinar matahari selama 1 hari
dan pengeringan dengan flat bed dryer selama 24 jam efektif pada suhu 60
derajat Celcius, akan diperoleh biji dengan kadar air 7% yang sudah siap
simpan.
Tempering biji kakao
Setelah pengeringan selesai dilakukan, biji
yang diperoleh sebaiknya ditempering lebih dahulu sebelum disortasi dan
dikemas. Tempering adalah proses penyesuaian suhu biji dengan suhu udara
sekitar yang dilakukan dengan meletakan biji hasil pengeringan di tempat
terbuka selama minimal 5 jam. Tempering diperlukan agar biji tidak mengalami
kerusakan pada tahapan kegiatan berikutnya.
Pengemasan dan
penyimpanan
Sortasi dilakukan untuk mengelompokkan biji
berdasarkan penampakan fisik dan ukuran bijinya. Biji-biji kakao kualitas
ekspor (standar AA) dipisahkan dari biji kualitas sedang (standar A dan B) dan
kualitas rendah (standar C dan S). Biji-biji ini dipisahkan karena
masing-masing standar memiliki nilai jual yang berbeda.
Selama sortasi, segala macam kotoran harus
dibuang agar tidak terikut dalam penyimpanan. Kotoran-kotoran tersebut antara
lain serpihan kulit buah, kerikil, potongan kayu, logam, dan berbagai jenis
benda asing lainnya.
Setelah disortir, biji-biji kering tadi
kemudian dikemas dalam karung goni. Satu karung goni umumnya hanya menampung
tidak lebih dari 60 kg. Setiap karung diberi label yang menunjukkan jenis mutu
dan identitas produsen (kebun atau koperasi, perusahaan).
Karung-karung tersebut kemudian disimpan atau
dapat langsung dijual. Jika disimpan, karung-karung harus ditumpuk dalam gudang
yang bersih,memiliki ventilasi udara, dan jauh dari benda-benda beraroma tajam
seperti bensin, solar, atau sampah organik. Penumpukan karung didalam gudang
tidak boleh lebih dari 5 tumpukan agar biji kakao yang ada di dalam karung
paling bawah tidak pecah.
Penumpukan karung yang berisi biji kakao harus
diberi alas kayu setinggi 10 cm agar biji tidak langsung bersentuhan dengan
lantai. Jarak karung dengan dindingpun diusahakan bersela minimal 15 cm. Hal
ini bertujuan agar mutu biji dalam karung tidak rusak akibat kelembaban yang
tinggi.
Referensi
1. Elna Karmawati, dkk.
2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan.
2. Firdausil AB,
Nasriati, A. Yani. 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian.
3. Hatta Sunanto. 1994.
Cokelat, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius.
4.
Rijadi Subiantoro. 2009. Pasca Panen Kakao. Politeknik Negeri
Lampung.
No comments:
Post a Comment